Andalan

TANGISAN KEBAHAGIAAN

Yohanes 20:11-18

Oleh : Pdt. Yohanes Dodik

Perpisahan menjadi sebuah kesedihan yang mendalam bagi kebanyakan orang karena berakhirnya sebuah relasi. Ada kalanya sebuah perpisahan dirasa semakin berat karena ketidaksiapan menghadapi sebuah rasa kehilangan. Perasaan yang sama juga dialami para murid Yesus yang tidak siap menghadapi fakta penangkapan, penyaliban dan kematian Yesus. Perasaan sedih dan ketakutan menguasai mereka karena tidak siap menghadapi itu semua. Meski demikian ada peristiwa menarik yang dapat kita petik dari perikop Yohanes 20:11-18, dimana Maria Magdalena mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus ketika dia masih diliputi kesedihan dan keterhilangan yang mendalam.

Dalam Injil Yohanes 20:11-18, Maria Magdalena menemukan makam Yesus yang kosong pada hari Minggu setelah Penyaliban dan memberi tahu Yohanes dan Petrus, yang kemudian berlari ke makam kosong tersebut. Kemudian, Kristus yang telah bangkit menampakkan diri kepada Maria Magdalena dan kemudian kepada para murid-Nya. Maria Magdalena awalnya menangis saat melihat mayat Yesus sudah tidak ada, tetapi kemudian mengenali Yesus ketika Dia memanggil namanya. Yesus kemudian memberi tahu Maria untuk memberitahu murid-murid-Nya bahwa Dia akan naik ke Bapa-Nya. Maria Magdalena adalah saksi pertama kebangkitan Yesus dan merupakan salah satu pengikut setia-Nya.

Dari perikop tersebut ada dua pelajaran yang dapat kita renungkan. Pertama tentang perjumpaan pribadi yang dialami Maria Magdalena yang telah merubah tangisan kesedihan menjadi sukacita karena kasihnya kepada Yesus. Maria Magdalena mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus yang membawa perubahan besar dalam pengalaman spiritualitas dan imannya.

Sebelum perjumpaan dengan Yesus, Maria Magdalena begitu dikuasai oleh kesedihan. Hal itu disebabkan karena dia sungguh mengasihi Yesus Kristus. Hal itu dapat dibuktikan dari bagaimana ia meratapi Yesus dalam kesedihan mendalam (11-15). Pagi-pagi benar dia sudah ingin ke kubur Yesus, tetapi saat dia tidak menemukan mayat Yesus dia sangat meratapi dengan penuh kekuatiran atas apa yang terjadi pada tubuh Yesus. Maria Magdalena juga memiliki sebuah relasi yang intim dengan Yesus (16). Hal ini dapat ditemukan dari bagaimana Yohanes mencatat bahwa Maria Magdalena menyebut Yesus dengan “Rabuni”. Beberapa penafsir sepakat bahwa  sebutan tersebut adalah panggilan spesial dari relasi yang sangat dekat antara seorang guru dan murid. Maria Magdalena mengasihi Yesus dapat terlihat bagaimana dia tidak rela kehilangan kembali (17). Dia memeluk Yesus tetapi Yesus menolaknya karena Dia belum pergi kepada Bapa.

Dari pengalaman perjumpaan pribadi Maria Magdalena dengan Yesus kita dapat belajar bahwa seberapa besar kasih kita kepada Allah tidak boleh didasarkan pada perasaan sentimentalitas, tetapi sebuah konsistensi kasih yang didasarkan dari sebuah keintiman relasi dan ketaatan atau kebersandaran pada Tuhan.

Kedua, Perjumpaan pribadi Maria Magdalena yang menuntunnya menemukan kasih Allah melalui janji penyertaan Yesus bagi orang percaya. Kasih Yesus kepada murid-Nya ditunjukan dengan menepati janji-Nya (18). Secara sekilas, Maria Magdalena mengatakan telah melihat Tuhan dan Yesus mengatakan “hal itu”. Untuk mengerti maksud dari perkataan Maria Magdalena, kita harus melihat dari perspektif pasal  16:19 yang merujuk pada perkataan Yesus yang akan mati dan akan bangkit. Kasih Yesus Kristus juga akan nampak pada janji akan kehadiran terus menerus melalui Roh Kudus (17). Jika dilihat dari perspektif pasal 16:5-7, maka kita menemukan bahwa Yesus tidak akan bersama secara fisik lagi tetapi Dia akan mengutus Roh Kudus untuk bersama dalam kehidupan orang percaya selamanya. Hal menarik lain dari kasih Allah yang dinyatakan dalam perikop tersebut adalah status istimewa yang diberikan Yesus yang menyebut para murid sebagai saudara (17) dan memberikan tugas agung kepada Maria Magdalena menjadi saksi kebangkitan (17-18).

Pelajaran yang dapat kita petik dari pernyataan kasih Allah melalui peristiwa perjumpaan pribadi Maria Magdalena dan Yesus Kristus adalah bagaimana kita menemukan kasih Allah bukan sekadar pengalaman tetapi kebutuhan mendasar menjalani kehidupan spiritualitas dengan penuh keberanian dan pengharapan. Selain itu kebangkitan-Nya adalah bukti dari jaminan yang pasti dari semua yang Tuhan janjikan.

Andalan

BANGKIT DAN MENANG

Nats : Yohanes 20:1-18

Oleh : Ev. Imam Romli

Paskah dalam bahasa Ibrani Pesakh yang memiliki beberapa arti yakni ; berlalu, tidak diganggu, melewatkan. Paskah pertama dalam Perjanjian Lama dilakukan pada peristiwa pembebasan Israel dari perbudakan Mesir. Paskah merujuk atas kasih Allah yang membebaskan Israel dari perbudakan dengan mengorbankan anak domba sulung. Peristiwa Paskah dalam PL merupakan simbol keselamatan didalam Kristus.

Dalam Kekristenan Paskah bermakna kemenangan dan harapan bagi orang percaya, ketika Tuhan Yesus berhasil mengalahkan maut dan bangkit kembali, setelah melalui penderitaan-Nya di kayu salib. Kebangkitan Tuhan Yesus ini  memberikan harapan bahwa ada kebangkitan didalam Dia. Melalui peristiwa Kebangkitan Yesus yang dicatat dalam Yohanes 20:1-18 kita merenungkan 2 hal:

Pertama, Peristiwa Paskah adalah cara Tuhan mengingatkan bahwa apa yang telah dikatakanNya Benar.

Beberapa kali Tuhan Yesus menyampaikan bahwa Dia akan disalibkan dan mati, kemudian akan bangkit pada hari ketiga. Dalam Injil Matius dicatat empat kali Dia memberitakan tentang kematian dan kebangkitan.

Pemberitahuan pertama (Matius 16:21-23)

Pemberitahuan kedua (Matius 17: 22-23)

Pemberitahuan ketiga (Matius 20:17-19)

Pemberitahuan keempat (Matius 26:1-2)

Kedua, Peristiwa Paskah mengingatkan bahwa para murid hilang ingatan terhadap apa yang telah dikatakanNya.

Saya heran, kenapa tidak ada satupun di antara para murid dan pengikut Yesus, yang mengingat perkataan Yesus tentang bagaimana Yesus pergi ke Yerusalem itu memang untuk menderita, untuk mati dan  kemudian bangkit lagi di hari ke tiga.

Kita dapat melihat melalui teks ini bahwa tidak ada  seorangpun di antara para murid dan pengikut Yesus yang berdiri dan berkata di tengah kekalutan iman saat Yesus mati dan dikubur: Tenang, saudara-saudaraku! Yesus memang telah wafat, tetapi saya ingat dahulu Yesus pernah berkata bahwa Dia akan bangkit lagi di hari ke 3. Jadi sekarang belum hari ke 3, kita tunggu saja dengan tenang apa yang akan terjadi nanti di hari Minggu besok! Tidak ada seorangpun, di seluruh Injil-Injil, yang mengingat tentang apa yang telah dipersiapkan oleh Yesus bagi mereka. Tetapi yang mereka lakukan adalah mereka pulang ke rumah, masih dalam ketidakmengertian yang sama (ayat 9-10). Mereka seakan-akan menjadi hilang ingatan.

Bukankan ini juga yang seringkali terjadi dalam kehidupan banyak anak Tuhan, Ketika kita sedang menghadapi masa-masa sulit, adakalanya kita mungkin mengalami semacam amnesia rohani dan melupakan kasih karunia Allah.

PENUTUP

Peristiwa Paskah memberikan penegasan serta harapan bahwa adanya kebangkitan dan Kemenangan didalam Dia. Kebangkitan atas kematian rohani yang kita alami.Kemenangan atas dosa serta kemenangan melawan lupa kita atas perkataan dan janji-janjiNya. Selamat Paskah Tuhan Yesus memberkati.

HOSANA RAJAMU DATANG !

Oleh : Pdt. Ernawati

Yohanes 12:12-19

Minggu ini kita memasuki Minggu Palmarum. Minggu Palmarum adalah minggu setiap umat Kristiani menyambut hari khusus dan penting, yaitu lima hari menjelang Hari Raya Jumat Agung.  Dalam Minggu Palmarum, ditandai dengan adanya daun palem yang dibawa ke Gereja. Daun palem adalah lambang keadilan, kebaikan, dan kebijaksanaan sehingga tepatlah jika mereka ingin mendapatkan itu pada diri Tuhan Yesus. Minggu Palmarum tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan Hari Raya Jumat Agung. Makna utama minggu Palmarum yaitu: Minggu penghayatan akan arti penderitaan, juga dimaksud sebagai minggu pemuliaan bagi nama Tuhan Yesus. Dua hal yaitu penderitaan dan kemuliaan seolah berlangsung menyatu. Maka makna dari minggu palmarum  berarti menyiapkan penderitaan Kristus, melalui pemuliaan terhadap pribadi Tuhan Yesus.

Bagaimana caranya menyambut Yesus sebagai Raja dalam kaitannya dengan kita yang masih diberi kesempatan untuk hidup di dunia ini ?

  1. Menyambut-Nya dengan antusias (12-13).

Dalam catatan Yohanes, penyambutan Yesus bagaikan Raja oleh banyak orang di

Yerusalem dilakukan dengan sorak-sorai dan lambaian daun palem (ay. 12-13). Ditengah tengah penantian hari raya Paskah itu orang banyak mendengar berita bahwa Yesus sedang di dalam perjalanan menuju Yerusalem. Berita kedatangan Yesus itu sangat kuat mempengaruhi hati mereka, membangkitkan sukacitanya sebab akan terjawab harapannya tentang munculnya Mesias semakin dekat dan pasti. Meskipun murid-murid melihat Yesus dielu-elukan sebagai raja ketika masuk ke Yerusalem, Injil Yohanes mengatakan bahwa mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu. Yohanes memberikan kalimat kunci “setelah Yesus dimuliakan,” barulah mereka mengerti. Bagian ini persis sama dengan peristiwa Yesus ketika Yesus membersihkan Bait Allah (Yohanes 3:22).

Pengertian mereka menjadi jelas ketika Kristus sudah dimuliakan.

Penerapan :

Muliakan Tuhan dengan sukacita. Sambut Yesus sebagai seorang Raja yang layak dipuji dengan sorak-sorai. Antusias itu akan terlihat dari kehidupan setiap hari di dalam mengikut Tuhan. Walaupun banyak pergumulan tetapi tetap semangat mengiring Tuhan. Walaupun dengan cara yang sederhana dan dunia cenderung mengabaikannya, kita akan menyambut-Nya dengan sukacita dan dengan iman yang hanya tertuju kepada-Nya saja.

  • Mempercayainya bahwa Yesus adalah Mesias (Ay. 14)

Alkitab mencatat banyak orang menyambut Yesus dengan meriah dan itu disebabkan karena Yesus baru saja membangkitkan orang mati yaitu Lazarus (ay. 17). Mungkin mereka berharap melihat lebih banyak demonstrasi kuasa dari “Raja” yang diharapkan ini. Peristiwa itu membuat orang-orang Farisi, imam-imam kepala dan Mahkamah Agama semakin marah dan semakin bulatlah tekadnya untuk membunuh Yesus (bd. Yoh. 11:45-57) Pada saat itu kemarahan orang-orang Farisi dan imam-imam itu bukan hanya kepada Yesus.

Mereka juga sepakat untuk membunuh Lazarus untuk menghilangkan bukti mujizat Yesus, untuk menggagalkan mujizat kebangkitan yang telah dilakukan Yesus. (bd. Yoh. 12:9-11).

Yesus semakin terancam dan saat Yesus diserahkan, di tangkap dan di salibkan sudah sangat dekat. Bentuk kekuasaan Tuhan terlihat dari adanya pengakuan masyarakat dengan menyatakan: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!”(ay. 12),  dan “Pujilah Allah! Diberkatilah Dia yang datang atas nama Tuhan.

Diberkatilah Raja Israel!” (ay. 13), serta  diikuti dengan tindakan “mengambil daun-daun palem lalu pergi menyambut Dia,” (ay. 13). Hal ini merupakan sebuah pernyataan sikap di mana mereka mengakui-Nya sebagai raja Israel, dan tentunya dengan sendirinya menolak otoritas kekaisaran Romawi yang pada waktu itu menjadikan wilayah Palestina sebagai bagian dari pemerintahan kolonial mereka.

Penerapan :

Dia adalah sang  Mesias yang datang membawa damai. Dia datang memberikan kelepasan dari rasa takut (ay. 14-15). 

PERSEMBAHAN TERBAIK

Yohanes 12:1-8

Oleh : Pdt. Sara Yustine

Mengapa memberi, apalagi harus memberi yang terbaik? Apa untungnya? Logikanya, jika memberi berarti apa yang kita miliki menjadi berkurang, ini berarti memberi bisa rugi dong? Jika rugi, untuk apa memberi? Bagaimana jika tidak memberi apa bermasalah? Jika harus memberi, mungkinkah kita bisa memberi bahkan memberi dengan yang terbaik? Firman Tuhan akan memberikan jawabannya untuk kita.

Peristiwa Maria meminyaki dan menyeka kaki Yesus dengan rambutnya, terjadi 6 hari menjelang Paskah, sebelum peristiwa kesengsaraan & kematian Yesus. Sesungguhnya, Yesus dan pengorbananNya di kayu salib, merupakan suatu pemberian Allah yang terpenting sekaligus termahal bagi manusia. Terpenting sebab tanpa Yesus dan pengorbanNya, manusia akan menjadi seteru Allah, tidak layak beroleh kasih pemeliharaanNya bahkan kelak pasti akan binasa di Neraka karena dosa-dosanya. Termahal, sebab tanpa Allah sendiri yang memberikanNya, manusia tidak mampu mendapatkan-Nya. Andai seluruh dunia dan isinya milik kita, tetap tidak bisa kita berikan sebagai ganti apa yang Allah telah berikan pada kita!!!Namun demikian, hati orang Kristen seringkali tidak tergugah. Tidak tahu berterima kasih, sebab masih suka hitung-hitungan dengan Tuhan dalam hal memberikan persembahan yang terbaik, bahkan menganggapnya sebagai pemborosan saja. Padahal Tuhan sudah memberikan yang terbaik, yang terpenting dan yang termahal untuk kita. Ironis bukan?1?

Bersama kita akan belajar melalui Injil Yohanes ini, dan juga dari Injil Lukas (10:38-42), khusus tentang bagaimana Maria memberikan teladan kepada kita untuk memberikan persembahan terbaik : 1). Persembahan terbaik Maria ialah memilih Yesus dan pengajaranNya sebagai satu-satunya bagian (kelimpahan/kekayaan hidup) yang diperlukan dan yang terbaik yang tidak akan diambil dari padanya (Lukas 10:39-42).  Tidak akan hitung-hitungan dengan Tuhan, sebab sudah memiliki harta termahal & terpenting yang tidak akan pernah hilang yakni Yesus dan FirmanNya. Banyak orang Kristen bisa salah dalam menentukan apa satu-satunya pilihan dan kebutuhan terbaik bahkan bagi hidupnya sendiri. Percaya Yesus dan PengajaranNya, tetapi menjadikan harta, prestasi, jabatan, kesehatan serta relasi antar sesama, sebagai satu-satunya “kekayaan” yang diperlukan dan yang terbaik untuk dijadikan sandaran demi keberlangsungan dan kenyamanan hdupnya. Itu sebabnya suka hitung-hitungan dengan Tuhan dalam hal memberi. Sebab takut “sandaran hidupnya” hilang dan berkurang.

2).  Tidak hitung-hitungan dengan Tuhan: rela meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal seharga 300 dinar (senilai kerja buruh satu tahun).  Sedangkan pada waktu itu, orang -orang Yahudi mempunyai kebiasaan membasuh kaki seseorang hanya dengan air, apabila ada seorang tamu datang/bertandang.  Apa yang dilakukan Maria ini, merupakan tindakan kasih yang dalam kepada Yesus, apalagi jika dibandingkan dengan sikap Yudas yang menganggap tindakan Maria untuk Yesus hanyalah suatu pemborosan semata (ayat 4-5).  Pribadi yang maha mulia dan Pemilik yang berkuasa atas seluruh ciptaan (termasuk segala harta benda), dianggap tidak layak menerima persembahan yang terbaik??!! Bukankah banyak orang Kristen juga bersikap sama seperti Yudas?  Memberikan persembahan hanya sekedarnya, sesuai keinginan hatinya mau memberi berapa banyak, bukan karena kasih. Seolah-olah Tuhan butuh sesuatu dari manusia lalu diberi sekedarnya. Lupa, Tuhan adalah Pemilik dan Pencipta, dia tidak butuh apa pun dan siapa pun, justru kita lah yang bergantung total pada Tuhan untuk kelangsungan hidup di bumi serta keselamatan kekal kita!!!.  3). Maria menyeka kaki Yesus bukan dengan kain melainkan dengan rambutnya. Bayangkanlah, ketika semua orang sibuk dengan acara pesta makan (termasuk Marta yang juga melayani), dan yang duduk semeja dengan Yesus untuk makan bersama, tetapi satu-satunya orang yang berfokus hanya pada dan untuk Yesus dan bukannya pada acara pesta, adalah Maria. Dia merendahkan diri, bersimpuh di kaki Yesus untuk menyeka kakiNya dengan rambutnya. Saudara, banyak hal dalam keseharian hidup, telah mengalihkan fokus perhatian kita. Kita disibukkan dengan banyak perkara, tetapi kita mengabaikan untuk secara khusus dan pribadi mau merendahkan diri bersimpuh di kaki Yesus untuk melayani bahkan dengan air mata kasih kita kepadaNya. Kita mengaku beriman dan menyembah Yesus sebagai Tuhan, tetapi hati kita telah menjauh dariNya (Baca: Mazmur 51:19; Yesaya 29:13; Yeremia 17:5). MARI BERTOBAT!!!

KESIMPULAN: Sesungguhnya Persembahan Terbaik adalah hati yang mengasihi dan berpaut pada Tuhan Yesus, maka akan menghasilkan suatu sikap dan tindakan-tindakan untuk hidup yang mau memberikan persembahan terbaik. Baik berupa ibadah, berbagai bentuk pelayanan, dan berbagai bentuk persembahan (harta & talenta) serta perbuatan baik. Tuhan Yesus memberkati.

MENGASIHI TANPA BATAS

Pengkhotbah: Ev. Imam Romli
Nats Alkitab: Yohanes 13:1-17

Apa yang paling sulit kita lakukan dalam mengikut Yesus? Merendahkan diri. Apalagi jika sampai orang lain tidak lagi menghargai kita. Setiap manusia membutuhkan pengakuan dan penghargaan. Oleh karena itu dalam teori psikologi dikatakan bahwa setiap orang butuh yang namanya aktualisasi diri. Aktualisasi diri berkaitan dengan harga diri! Tetapi di balik keinginan itu tersimpan sebuah ketakutan yaitu: apa jadinya jika aku tidak dihargai? Apa jadinya jika orang lain tidak mengakui keberadanku?  Oleh sebab itu, tidak heran apabila banyak orang akan berjuang memperoleh pangakuan itu dengan berbagai cara seperti kekayaan, jabatan, pendidikan, prestasi, pengaruh atas orang lain, dan sebagainya.

Namun dalam perikop yang kita baca kita melihat bagaimana Yesus memutarbalikkan konsep para murid (dan juga diri kita semua) tentang harga diri dan kebesaran. Peristiwa pembasuhan kaki para murid oleh Yesus menunjukkan kepada kita 2 hal.

  1. Kasih Tuhan yang tidak terbatas

Kasih Tuhan yang tidak terbatas dinyatakan dengan ungkapan “Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya”.  Yesus mengasihi tanpa limit. Tanpa memandang kebaikan atau keburukan para murid-murid-Nya. Semua kaki murid dibasuh oleh Yesus. Cinta tak terbatas, yang dinyatakan melalui pembasuhan kaki semua murid, termasuk untuk Yudas Iskariot.

Bukankah demikian hidup kita sebelumnya, Firman dalam  Roma 5 : 8, Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

2. Teladan untuk  merendahkan diri dan rela melayani

Gelar yang diberikan para murid bahwa Dia adalah Guru dan Tuhan dimaknai secara baru oleh Tuhan Yesus. Dalam hal ini gelar diri  Yesus sebagai Guru dan Tuhan bukanlah suatu gelar untuk menunjukkan suatu kekuasaan duniawi yang dipakai untuk memerintah dan merasa berhak memperoleh perhatian atau pujian dari orang lain.  Tetapi gelar diri Yesus sebagai Guru dan Tuhan dimaknai sebagai suatu gelar untuk mengungkapkan tindakan perendahkan diri yang  bersedia untuk melayani orang lain, walaupun yang dilayani ternyata tidak memberi penghargaan sebagaimana yang diharapkan bahkan mereka kemudian justru mengkhianati gurunya.

Bagi Yesus, harga diri dan kebesaran seseorang lebih terkait erat pada kemampuannya bersikap rendah hati dihadapan Tuhan dan sesamanya. Aktualisasi diri terjadi ketika kita mampu melayani dengan sungguh-sungguh tanpa diembel-embeli ambisi untuk mengejar prestise atau harga diri. Sebab jika itu yang menjadi orientasi kehidupan dan pelayanan kita maka kita akan kehilangan makna pelayanan itu sendiri yang adalah untuk melayani Tuhan yang bukti konkretnya kita lakukan pada sesama kita. Kemuliaan bukan hak kita tetapi itu adalah hak Tuhan. Bukankah kita ini hanya hamba yang patut menerima kemuliaan adalah sang Tuan kehidupan itu sendiri yaitu Tuhan Yesus Kristus. Yesus mewajibkan kita untuk melakukan apa yang telah diteladankanNya. Ini wajib.

Mengapa kita sering gagal menjadi teladan bagi orang lain untuk bersikap rendah hati, ketulusan melayani, dan saling mengasihi atau melayani? Karena kita lebih banyak berbicara dari pada berbuat. Kita lebih pandai bermain kata dari pada mewujudnyatakan kata-kata kita. Umumnya kita merasa cukup berhasil dalam memberikan nasehat tetapi sering gagal dalam menjadi teladan yang sebenarnya. Melalui kisah ini mata rohani kita dibukakn bahwa kebesaran kita dan aktualisasi diri kita terjadi apabila kita dapat merendahkan diri di hadapan Allah dan setia dalam melaksanakan tugas panggilan kita untuk saling mengasihi dan melayani. Amin.

Sadar dan Waspadalah

  • Pengkhotbah: Pdt. Lukas Suwandi (Gepekris Malang)
  • Nats Alkitab: Yohanes 15:18-27; 16:1-4a

Suatu “Kesadaran & selalu waspada” dibutuhkan agar sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak mudah jatuh ke dalam dosa kebencian. Karena kebencian terhadap siapapun dan apa pun itu akan merusak diri sendiri maupun orang lain. Kebersamaan bisa hancur gara-gara kebencian. Menariknya dalam bagian ini, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa sebagai pengikut Kristus kita akan dibenci dan dianiaya oleh karena Kristus. Kemudian bagaimana kita bisa tahan dan tetap setia menjadi murid Kristus di tengah-tengah aniaya dan kebencian yang kita terima?

Yang pertama kita harus memiliki kesadaran bahwa kita memiliki Tuhan yang selalu ada untuk kita dan keberadaannya adalah ada di pihak kita. Dalam Yohanes 15:18, Tuhan Yesus berkata bahwa “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu”. Kalimat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus itu berada di pihak kita. Jika Tuhan Yesus berada di pihak kita “menjadi satu bagian dengan kita, ada di lingkaran kita, ada di lingkungan kita, yang tidak bertentangan atau berlawanan dengan kita” maka kesulitan apa pun bahkan kebencian yang akan kita terima, hal tersebut tidak akan melemahkan kita, karena Tuhan Yesuslah yang menjadi sumber kekuatan kita.

Kemudian yang kedua adalah tetap waspada agar ketika menghadapi kebencian kita tidak mudah kecewa dan akhirnya menolak serta meninggalkan Tuhan. Menjadi murid Kristus ada harga yang harus kita bayar. Ada pengorbanan yang yang kita berikan. Sejak awal Tuhan Yesus sudah mengingatkan resikonya menjadi pengikut Kristus, yaitu akan dibenci dan dianiaya. Mengingat ajaran kekristenan adalah ajaran KASIH yaitu mengasihi kepada siapapun dan dalam keadaan apa pun, maka sekalipun mereka adalah para pembenci kita, kita mampu mengasihi mereka. Hal tersebut terjadi oleh karena sebagai pengikut Kristus kita tidak sendirian, ada Penolong dan Penghibur yaitu Roh Kudus yang memperlengkapi kita untuk dapat memancarkan kasih Kristus (bersaksi bagi Kristus), di tengah-tengah dunia yang gelap ini.

Jadi saudaraku, agar kita dapat bertahan dalam kasih di tengah-tengah kebencian yang kita terima, kesadaran akan anugerah Tuhan dan kewaspadaan terhadap hati yang lemah akan menolong kita menjadi saksi Kristus yang memberkati dunia.

MARAH KARENA BENAR (Yohanes 2:13-25)

Perikop ini menceritakan bahwa ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem dan Ia mendapati banyak pedagang hewan kurban dan penukar-penukar uang duduk di Bait Suci (ay. 13-14). Umumnya, praktik perdagangan ini dilakukan di pelataran untuk kaum proselit. Ini merupakan area paling luar dari Bait Allah.

Praktik jual beli binatang di pelataran Bait Allah adalah hal yang umum dan diperlukan pada waktu itu. Ini disebabkan karena pada hari-hari raya Yahudi, seperti Paskah, orang-orang Yahudi yang tersebar di berbagai tempat (diaspora) akan datang ke Yerusalem. Mereka datang untuk beribadah dan mempersembahkan hewan atau pun hasil bumi di Bait Allah. Tetapi, umumnya orang tidak membawa berbagai jenis hewan dan hasil bumi dari tempat asal mereka.

Ini dikarenakan jarak tempuh yang jauh dapat mengurangi kualitas hewan yang akan dipersembahkan. Karena itu, mereka lebih memilih membeli dari para pedagang di Bait Allah tersebut. Money Changer/tempat penukaran uang pun dibutuhkan mengingat mata uang yang mereka bawa tentunya berbeda. Akibatnya, roda perputaran ekonomi bergerak di pelataran Bait Allah itu dan para pedagang ini sepertinya membantu orang-orang yang hendak beribadah dengan menyediakan kebutuhan mereka. Lalu, mengapa Yesus sangat marah? (ay. 15) Yesus marah karena dua alasan: Pertama, lokasi yang tidak tepat (ay. 16). Bait Allah tidak sepantasnya dijadikan tempat berjualan. Yesus menyebutkan “rumah Bapa-Ku” menunjukkan aspek kepemilikkan-Nya terhadap Bait Allah, tapi juga aspek kekudusan dan kekhususan tempat itu. Bait Allah adalah tempat untuk menyembah Tuhan. Alasan kedua, motivasi yang tidak tepat (ay. 17). Ayat 17 bermakna: “Cinta untuk rumah-Mu begitu menguasai hati-Ku.”  Ini berarti ketika kita datang ke Bait Allah, kita harus datang dengan hati yang dikuasai atau yang dipenuhi oleh kasih kepada Allah. Yang terjadi dalam perikop itu tidak demikian. Harga hewan persembahan dapat melambung begitu tinggi karena tuntutan yang tinggi dan nilai tukar uang begitu lemah. Namun itulah praktik yang umum terjadi di Bait Allah pada waktu itu. Pelataran Bait Allah penuh sesak bukan karena orang-orang yang motivasinya dipenuhi oleh cinta kepada rumah Tuhan, tetapi cinta akan uang. Tidak heran Tuhan Yesus murka! Bagi orang Yahudi, bait Allah merupakan simbol kehadiran Allah yang Maha Kudus. Bagi mereka, Bait Allah sangatlah penting sehingga harus dijaga dan digunakan sesuai dengan fungsinya.

Maka ketika ada hal-hal yang tidak semestinya terjadi di Bait Allah, maka akan ada yang bereaksi dengan cepat.Inilah yang terjadi dalam bacaan kita hari ini.Yesus marah terhadap orang-orang yang menyalahgunakan Bait Allah. Tuhan Yesus yang marah bahkan merusak barang-barang jualan para pedagang di Bait Suci (ay. 15). Keadaannya pasti sudah seperti di pasar, di mana hiruk-pikuk suara penjual dan pembeli. Karena tentu akan sangat menganggu orang-orang yang hendak beribadah maupun yang sedang beribadah. Lalu apa alasan para pemuka agama/pengelola Bait Suci mengizinkannya? Sepertinya para pemuka agama/pengelola Bait Suci memang sengaja memberi ruang untuk berjualan karena mereka turut serta mengambil keuntungan dari kegiatan bisnis tersebut. Keadaan yang terlihat saat itu rupanya tidak bisa sekedar ditegur dengan kata-kata. Tuhan Yesus langsung bertindak untuk membersihkan Bait Suci dari berbagai kegiatan jual beli. Dijungkirbalikkannya barang-barang yang ada di Bait Allah. Diusirnya para pedagang yang sedang berjualan itu. Kemarahan yang luar biasa, yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus pada waktu itu. Tidak ada satu pun pedagang yang berani melawan tindakan Tuhan Yesus. Tidak ada dari mereka yang berani menghentikan kemarahan Tuhan Yesus. Sebenarnya mereka tahu bahwa yang mereka lakukan juga salah, karena berjualan bukan pada tempatnya. Tukar menukar uang dan penjualan binatang kurban yang dilakukan saat itu mungkin bukannya membantu mempermudah. Sebaliknya mengeruk keuntungan yang sangat besar karena uang dan binatang itu sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang pergi untuk merayakan paskah.

Tindakan Tuhan Yesus sebenarnya tidak secara khusus menyerang/menentang para pedagang melainkan menentang sistem yang korup dalam Bait Suci dan dengan tindakan itu. Hal penting yang dapat dipelajari dari kisah ini adalah bagaimana seharusnya sikap orang Kristen terhadap hal-hal buruk di sekitar kita. Belajar dari sikap Tuhan Yesus yang tegas terhadap segala hal yang tidak benar. Kita juga seharusnya bersikap tegas dan terhadap siapa saja. Tuhan Yesus menentang keras perbuatan/perilaku yang salah, bahkan Tuhan Yesus dengan tangan-Nya sendiri melawan perbuatan yang salah. Hal ini menjadi teladan yang penting bagi setiap pengikut Tuhan, bahwa untuk setiap kedaan yang tidak berkenan kepada Tuhan, yang tidak sejalan dengan firman Tuhan, haruslah ditentang. Ketika kita marah, terlalu sering kita tidak memiliki fokus dan penguasaan diri yang tepat. Inilah kemarahan manusia, sehingga kita harus diingatkan supaya “setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah, sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah” (Yakobus 1:19-20). Belajar dari Yesus yang tegas terhadap dosa dan ketidakadilan. Marah karena mengasihi bukan karena benci kepada pribadi seseorang. Marah karena ingin mengembalikan kepada yang benar. (ER)

KASIH & TRADISI

Dalam perjalanan Tuhan Yesus ke Yerusalem, setibanya Ia disana. Ia langsung menuju ke Bait Allah tepatnya pada Kolam Bethesda. Saat itu di tepi kolam Bethesda banyak sekali orang-orang yang sakit, entah lumpuh, timpang. Mereka berada disana karena mereka percaya bahwa di kolam itu akan terjadi mukjizat. Ketika Tuhan Yesus berada di Kolam Bethesda, Ia segera mencari seorang yang selama 38 tahun terbaring sakit. Pada saat itulah Tuhan bekerja, Ia memerintah orang tersebut untuk berjalan. Dan mukjizat terjadi, kesembuhan telah ia terima dan ia bisa berjalan. Seperti yang dikatakan oleh Paulus, bahwa Kasih Tuhan itu melampaui segala keterbatasan dan penyakit. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi dan memperhatikan orang lain di sekitar kita. Karena kita tidak tahu beban apa yang sedang dipikul oleh mereka. Sama seperti orang lumpuh yang mungkin kehilangan harapan karena sudah sejak lama ia tidak dapat berjalan. Namun Tuhan Yesus datang dengan memerintahkan hal yang mustahil kepadanya.

Tuhan tentu pernah membawa kita pada situasi yang terbatas dan kita tidak bisa melakukan apapun. Tapi kita tahu, bahwa Tuhan Yesus adalah kasih yang melampaui segala keterbatasan.

Mukjizat yang dikerjakan Tuhan Yesus di kolam Bethesda itu terjadi pada hari Sabat. Lalu datanglah orang Yahudi yang protes karena Tuhan mengerjakan hal tersebut di hari Sabat. Hal ini dikarenakan orang Yahudi memiliki tradisi bahwa di hari Sabat, orang tidak boleh bekerja dan hal tersebut tidak boleh dilanggar. Dari kejadian ini kita bisa melihat bahwa kasih Tuhan tidak hanya melampaui segala keterbatasan, namun kasih Tuhan melampaui segala tradisi. Karena pada jaman itu orang Yahudi lebih mengutamakan hukum, aturan, dan legal yang harus ditegakkan. Mereka tidak peduli dengan kasih dan nilai-nilai kemanusiaan.

Namun Allah berbeda, Allah memandang berbeda. Inilah perbedaan pandangan manusia dengan Allah. Allah memandang manusia begitu berharga, sehingga Ia rela datang menyelamatkan manusia berdosa. Allah mau menyelamatkan apapun harga dan resikonya. Inilah pelajaran penting bagi kita, untuk melihat sesama kita sebagai manusia utuh di hadapan Tuhan yang dikasihi Allah.

Coba kita melihat keluar, apa yang kita pandang dari sesama kita? Orang diluar sana sama seperti kita. Kita memiliki kebutuhan besar untuk berjumpa dengan Tuhan, kebutuhan besar untuk mengenal kasih Tuhan dan kebutuhan besar untuk diselamatkan dan ditolong oleh Allah.

4 DIMENSI KASIH KRISTUS

Di bulan Februari ini sangat dikenal dengan hari Valentinenya, yang dimana dikenal dengan hari kasih sayang. Tapi pernahkah anda mendengar ucapan kasih sayang di alkitab? Pada Efesus 3:18-19 Kartu ucapan ini adalah ucapan yang paling indah dibanding dengan ucapan kasih sayang lain yang ada di dunia. Dalam ayat ini menjelaskan betapa lebarnya, dalamnya, panjangnya, dan tingginya kasih Kristus bagi kita semua. Kasih Kristus sungguh luar biasa, tidak dapat dipikirkan, dan melampaui segala akal. Kasih-Nya melebihi kasih dari seorang orang tua ke anak, kita dengan sahabat dan juga pasangan kita.

Apakah saudara bisa mengatakan bahwa saudara sungguh mengenal kasih Kristus? Paulus berdoa supaya kita berusaha untuk memahami kasih Kristus. Paulus juga menulis ada 4 dimensi di dalam kasih Kristus, antara lain :

  1. Lebarnya, lebarnya kasih Kritus yaitu untuk semua orang. Baik orang Kristen maupun bukan, orang Yahudi maupun bukan, semua dikasihi-Nya. Ia tidak memandang warna kulit, suku bangsa, maupun ras. Kristus sendiri tidak memiliki anak emas dan anak tiri. Semua dikasihi-Nya, walaupun secara sadar kita tahu bahwa kita tidak pantas menerimanya.
  2. Dalamnya, kasih Kritus tidak terukur dalamnya atau tidak memiliki batas. Dalamnya hingga sampai pada batas neraka. Bahkan Ia rela mati bagi kita semua orang berdosa. Kerelaannya itu ada sifat Allah yang kita tahu, bahwa Allah adalah Kasih. Kasih Allah sebetulnya tidak pantas untuk kita terima. Sehingga kita tahu bahwa kasih-Nya murni dan bukan abal-abal.
  3. Panjangnya, panjang ini mengenai durasi atau waktunya. Sampai kapan Kristus mengasihi kita? Kristus mengasihi kita sampai pada kekekalan. Kristus memiliki kasih yang tidak memiliki permulaan dan akhiran. Kristus mencintai kita sebelum dunia dijadikan. Bahkan bila sekarang kita jatuh ke dalam dosa, Kristus masih mengasihi kita!
  4. Tingginya, tingginya kasih Allah meliputi kualitasnya. Tingginya mencapai pada puncak sorga. Karena begitu tingginya kasih Allah sehingga tidak bisa disaingi & ditandingi oleh apa/siapa pun.

Sekarang kita tahu bahwa Kasih Kristus tidak terbatas dengan apapun. Tinggi, dalam, panjang, dan tingginya melampaui segala akal. Dia telah menjadi pengantara kita dengan Allah Bapa, Dia membela kita, menghibur, menguatkan, mencukupi kebutuhan kita, menyembuhkan, memperhatikan, dsb.

TAAT TANPA SYARAT

Taat adalah kata yang mudah dimengerti namun sulit untuk dilakukan. Taat adalah satu kata yang harus kita mengerti dan harus kita lakukan. Karena taat adalah bagian penting dari setiap orang percaya. Teladan ketaatan itu sendiri adalah Tuhan Yesus. Dalam kisah air menjadi anggur ada peristiwa yang menarik untuk kita pelajari. Di ruang terpisah dalam pesta itu terjadi kepanikan karena anggur sebagai minuman utama ternyata habis. Mungkin memang persediaannya tak cukup, atau tamu yang hadir melebihi prediksi tuan rumah.


Melihat bahwa anggur sebagai minuman utama habis, maka Maria berkata kepada Yesus,”Mereka kehabisan anggur” Dalam Bahasa sederhana Yesus menjawabnya, Apa hubungannya dengan Aku ? Saat-Ku belum tiba” Kata-kata Yesus ini mengarah pada penyaliban. Memang saat-Nya belum tiba. Ketika Yesus bicara tentang anggur maka, Dia sedang membicarakan tentang pencurahan darah-Nya di atas kayu salib. “Saat-Ku belum tiba –anggur itu– darah-Ku belum dicurahkan, mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” Dalam hidup ini kita tidak boleh mendahului Tuhan.Di sini Yesus menegur, “Saat-Ku belum tiba”, ada saat-Nya sendiri, yang bukan diatur oleh Maria tapi oleh Bapa, oleh Tuhan sendiri. Ketika mendengar yang disampaikan oleh Yesus, maka Maria memerintahkan para pelayan supaya menuruti apapun yang dikatakan oleh Yesus kepada mereka. Ada yang menarik yang bisa kita pelajari peristiwa perkawinan di Kana. Apa yang dilakukan oleh para pelayan pada waktu itu? Sehingga tidak terlihat kepanikan karena kehabisan air anggur.

MELAKUKAN PERINTAH DENGAN TULUS SUKACITA. Para pelayan rupanya melakukan perintah Tuhan Yesus dengan tulus dan sukacita tanpa disertai dengan protes. Itu dilakukan tanpa diketahui oleh orang-orang yang sedang pesta. Ketika kehabisan anggur para pelayan diperintahkan oleh Tuhan Yesus untuk mencedok air dan dimasukkan ke dalam tempayan yang tersedia sebanyak 6 tempayan. Tempayan ini disediakan untuk pembasuhan. Diperkirakan 6 tempayan itu untuk 720 liter. Untuk mengatasi keadaan darurat tersebut, Tuhan Yesus mempergunakan 6 tempayan itu sebagai wadah anggur yang diciptakan. Sesuai dengan permintaan Maria, ibu Yesus, pelayan-pelayan itu melakukan apa yang Dia katakan. Tempayan itu diisi penuh, sehingga tidak ada ruangan untuk menambah anggur atau sesuatu pun. Setelah semua tempayan itu terisi penuh air, Tuhan Yesus menyuruh para pelayan mencedok isinya. Yang dimaksudkan rupanya memindahkan isi tempayan-tempayan itu ke tempat yang lebih kecil dan membawanya kepada pemimpin pesta. Tapi ketaatan para pelayan yang luar biasa.

Air biasa diubah menjadi air anggur, bahkan anggur terbaik. Dan sang mempelai menuai pujian dari pemimpin pesta sebagai yang “…menyimpan anggur yang baik sampai sekarang”, yaitu sampai akhir pesta. Bagian menariknya adalah mempelai tersebut tak pernah menyadari masalah besar yang mengancamnya, tahu-tahu sudah beres dengan luar biasa. Tanpa bermaksud membedakan kedudukan: mereka adalah para pelayan, bukan pejabat, bukan konglomerat. Mereka bukan orang yang punya posisi dan kemampuan untuk melakukan hal luar biasa. Tetapi karena ketaatan mereka, mujizat terjadi.

PENERAPAN
Belajar melakukan segala sesuatu dengan hati yang tulus, maka akan mendatangkan kebaikan bagi banyak orang. Belajar melakukan segala sesuatu dengan melihat kepentingan banyak orang bukan untuk kepentingan diri sendiri.