Yohanes 20:11-18
Oleh : Pdt. Yohanes Dodik
Perpisahan menjadi sebuah kesedihan yang mendalam bagi kebanyakan orang karena berakhirnya sebuah relasi. Ada kalanya sebuah perpisahan dirasa semakin berat karena ketidaksiapan menghadapi sebuah rasa kehilangan. Perasaan yang sama juga dialami para murid Yesus yang tidak siap menghadapi fakta penangkapan, penyaliban dan kematian Yesus. Perasaan sedih dan ketakutan menguasai mereka karena tidak siap menghadapi itu semua. Meski demikian ada peristiwa menarik yang dapat kita petik dari perikop Yohanes 20:11-18, dimana Maria Magdalena mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus ketika dia masih diliputi kesedihan dan keterhilangan yang mendalam.
Dalam Injil Yohanes 20:11-18, Maria Magdalena menemukan makam Yesus yang kosong pada hari Minggu setelah Penyaliban dan memberi tahu Yohanes dan Petrus, yang kemudian berlari ke makam kosong tersebut. Kemudian, Kristus yang telah bangkit menampakkan diri kepada Maria Magdalena dan kemudian kepada para murid-Nya. Maria Magdalena awalnya menangis saat melihat mayat Yesus sudah tidak ada, tetapi kemudian mengenali Yesus ketika Dia memanggil namanya. Yesus kemudian memberi tahu Maria untuk memberitahu murid-murid-Nya bahwa Dia akan naik ke Bapa-Nya. Maria Magdalena adalah saksi pertama kebangkitan Yesus dan merupakan salah satu pengikut setia-Nya.
Dari perikop tersebut ada dua pelajaran yang dapat kita renungkan. Pertama tentang perjumpaan pribadi yang dialami Maria Magdalena yang telah merubah tangisan kesedihan menjadi sukacita karena kasihnya kepada Yesus. Maria Magdalena mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus yang membawa perubahan besar dalam pengalaman spiritualitas dan imannya.
Sebelum perjumpaan dengan Yesus, Maria Magdalena begitu dikuasai oleh kesedihan. Hal itu disebabkan karena dia sungguh mengasihi Yesus Kristus. Hal itu dapat dibuktikan dari bagaimana ia meratapi Yesus dalam kesedihan mendalam (11-15). Pagi-pagi benar dia sudah ingin ke kubur Yesus, tetapi saat dia tidak menemukan mayat Yesus dia sangat meratapi dengan penuh kekuatiran atas apa yang terjadi pada tubuh Yesus. Maria Magdalena juga memiliki sebuah relasi yang intim dengan Yesus (16). Hal ini dapat ditemukan dari bagaimana Yohanes mencatat bahwa Maria Magdalena menyebut Yesus dengan “Rabuni”. Beberapa penafsir sepakat bahwa sebutan tersebut adalah panggilan spesial dari relasi yang sangat dekat antara seorang guru dan murid. Maria Magdalena mengasihi Yesus dapat terlihat bagaimana dia tidak rela kehilangan kembali (17). Dia memeluk Yesus tetapi Yesus menolaknya karena Dia belum pergi kepada Bapa.
Dari pengalaman perjumpaan pribadi Maria Magdalena dengan Yesus kita dapat belajar bahwa seberapa besar kasih kita kepada Allah tidak boleh didasarkan pada perasaan sentimentalitas, tetapi sebuah konsistensi kasih yang didasarkan dari sebuah keintiman relasi dan ketaatan atau kebersandaran pada Tuhan.
Kedua, Perjumpaan pribadi Maria Magdalena yang menuntunnya menemukan kasih Allah melalui janji penyertaan Yesus bagi orang percaya. Kasih Yesus kepada murid-Nya ditunjukan dengan menepati janji-Nya (18). Secara sekilas, Maria Magdalena mengatakan telah melihat Tuhan dan Yesus mengatakan “hal itu”. Untuk mengerti maksud dari perkataan Maria Magdalena, kita harus melihat dari perspektif pasal 16:19 yang merujuk pada perkataan Yesus yang akan mati dan akan bangkit. Kasih Yesus Kristus juga akan nampak pada janji akan kehadiran terus menerus melalui Roh Kudus (17). Jika dilihat dari perspektif pasal 16:5-7, maka kita menemukan bahwa Yesus tidak akan bersama secara fisik lagi tetapi Dia akan mengutus Roh Kudus untuk bersama dalam kehidupan orang percaya selamanya. Hal menarik lain dari kasih Allah yang dinyatakan dalam perikop tersebut adalah status istimewa yang diberikan Yesus yang menyebut para murid sebagai saudara (17) dan memberikan tugas agung kepada Maria Magdalena menjadi saksi kebangkitan (17-18).
Pelajaran yang dapat kita petik dari pernyataan kasih Allah melalui peristiwa perjumpaan pribadi Maria Magdalena dan Yesus Kristus adalah bagaimana kita menemukan kasih Allah bukan sekadar pengalaman tetapi kebutuhan mendasar menjalani kehidupan spiritualitas dengan penuh keberanian dan pengharapan. Selain itu kebangkitan-Nya adalah bukti dari jaminan yang pasti dari semua yang Tuhan janjikan.